Dokomen pribadi |
Allahu akbar adalah kalimat agung yang di ucapkan umat Islam
dalam setiap gerakan shalat. Allahu akbar artinya adalah “Allah Maha
Besar.” Jadi, dalam aktivitas shalat, selain berdo’a pada setiap kalimat yang
diucapkan, orang yang shalat senantiasa meng-Agungkan nama Allah yang Maha
Besar dan manusia adalah dzat yang lemah.
Memahami esensi takbir adalah menghilangkan rasa sombong. Bahwa yang Maha Besar hanya Tuhan yang Maha Esa. Kebesaran dan keagungan sifat-Nya menghilangkan keangkuhan dan kesombongan. Inilah yang kemudian kami maksud sebagai ‘Takbir Pembebasaan. Takbir yang juga pernah berkumandang pada perang Badar dan atau 10 November di Surabaya oleh Bung Tomo.
Memahami Makna Takbir Sebagai Semangat Juang
Prof. Dr. Koentjaraningrat (Pakar antropologi)
menjelaskan, gejala sosial dibagi jadi tiga; (1) idea, (2) activities,
dan (3) artefact. bahwa kebudayaan itu ada tiga wujudnya, yaitu:
Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide, gagasan, nilai, norma,
peraturan dan sebagainya. Wujud
kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia
dalam masyarakat. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.
Lalu apa hubungannya dengan takbir 10
November?
Berdasarkan tiga klasifikasi gejala kebudayaan
di atas, kita dapat memahami; pertama, orientasi takbir sudah menjadi
norma, nilai dan gagasan bagi Bung Tomo dan rakyat pejuang 10 November bahwa
mereka percaya ada kakuatan lebih, yaitu kekuatan Tuhan yang Maha Besar yang
mampu mengalahkan segala kekuatan yang selain-Nya.
Kedua, kepercayaan mereka akan kekuatan kebesaran Tuhan menjadikan
mereka percaya diri bahwa kebenaran bersama mereka, dan Allah akan ada di pihak
yang benar. Pilihan mereka untuk melawan ancaman (activities) dan
tekanan Inggris tanpa ragu, dan mereka justru ingin membuktikan bahwa mereka
adalah orang-orang di pihak yang benar dan orang-orang yang benar-benar ingin merdeka.
Dan yang terakhir adalah, berbicara simbol atau maifestasi dari idea
dan activities, dalam konteks ini adalah pekikan takbir Bung Tomo yang
menjadi soft power mampu meyakinan mereka memilih untuk melawan untuk merdeka. Kemudian, bentuk perjuangan
dan perlawanan merekalah yang dimaksud sebagai wujud kebudayaan atau
manifestasi dari makna seruan takbir Bung Tomo (artefact).
Pidato Bung Tomo jelang pertempuran 10 November 1945:
Kita toendjoekkan bahawa kita benar-benar orang jang ingin merdeka.
Dan oentoek kita, saoedara-saoedara, lebih baik kita hantjoer leboer daripada tidak merdeka.
Sembojan kita tetap: MERDEKA ataoe MATI.
Dan kita jakin, saoedara-saoedara, pada akhirnja pastilah kemenangan akan djatuh di tangan kita
sebab Allah selaloe berada di pihak jang benar
pertjajalah saoedara-saoedara, Toehan akan melindungi kita sekalian
Allahu Akbar…! Allahu Akbar..! Allahu Akbar!
MERDEKA!!!
Dalam satu kesempatan, M.Qurays Shihab juga
menyinggung persolan takbir yang sering digunakan oleh kelompok tertentu justru
sebagai pemicu amarah; “Sucikanlah nama Tuhanmu, jangan bertakbir yang bisa membuat
orang-orang berpecah belah” ucap beliau dalam sebuah diskusi tentang “Dari
Ideologi Khilafah ke Manusia Khalifah.”
Cara pandang (idea) seseorang akan
mempengaruhi aktivitasnya (activities). Wujud dari aktivitas itu
kemudian disebut sebagai karya atau budaya yang dihasilkan (artefact). Oleh
karena itu, pemahaman atau gagasan kita memahami esensi takbir perlu
ditinjau ulang. Bertakbir membesarkan Dzat yang memiliki nama, atau karena memicu
amarah orang yang berbeda paham?
10 November telah menjadi saksi besarnya
pengaruh pekikan Takbir Bung Tomo. Yaitu adalah Takbir persatuan, takbir
kemanusiaan, takbir kebebesan dan takbir semangat arek-arek Suroboyo
mempertahankan Negara Kesatuan Republik indonsesia dari penjajah. Mengenang
Hari Pahlawan 10 November 1945. Allahu Akbar!!!
*Tulisan ini diikutkan dalam seleksi calon “Duta
Damai Yogyakarta” website: https://dutadamaiyogyakarta.id